I'LL Teach You Marianne

"Peka"



"Peka"

0Selama Nicholas dan Erick bicara Alice terus menerus memukul meja, ia langsung melampiaskan kekesalannya saat mendengar semua yang diucapkan kedua pria yang baru datang itu.     
0

"Rubah dan singa gila bersatu, benar-benar pasangan serasi,"umpat Alice dengan suara meninggi.     

"Tenanglah, kami tak akan membiarkan rencana mereka berhasil. Saat ini sistem keamanan di perusahaan sudah di perbaiki,"sahut Nicholas dengan cepat.     

Alice menggelengkan kepalanya. "Aku rasa menjadi teman bukan tujuan utama mereka, Nick. Aku yakin mereka punya rencana utama yang belum mereka lakukan."     

"Dari mana kau tahu kalau ini bukan rencana utama mereka?"tanya Erick tiba-tiba.     

Alice mengalihkan wajahnya dan menatap ke arah Erick. "Baik Giselle ataupun Leon adalah orang kaya, mereka memiliki harta yang cukup banyak dan aku yakin sekali tujuan mereka bukan uang. Tujuan mereka menjadi dekat adalah untuk menyusun rencana rencana jahat memisahkan Tuan dan kak Anne."     

"Ketika dua orang jahat yang memiliki tujuan yang sama menjalin hubungan pertemanan memang apa lagi yang mereka inginkan kalau tidak ingin berkerja sama?"imbuh Alice kembali menambahkan perkataannya yang sebelumnya.     

Prok...prok...     

"Kau benar-benar cerdas, Alice. Jujur saja aku tak sampai berpikir ke arah itu,"ucap Nicholas dengan cepat memuji Alice.     

Alice menghela nafas panjang. "Hal semacam ini tak diperlukan kecerdasan untuk menganalisanya. Nick. Ini yang disebut dengan menggunakan cara berpikir seorang wanita, para pria tak peka seperti kalian mana paham. Kalian berdua sama seperti Tuan, sama-sama lambat dalam bertindak. Seharusnya sejak awal kalian menyingkirkan wanita rubah itu, sehingga hal-hal semacam ini tak terjadi."     

"Saat itu Tuan mencari sekretaris, salah siapa kau pergi begitu saja! Memangnya kau kira mencari seorang sekretaris yang cekatan dan pandai itu mudah,"sahut Erick dengan suara meninggi, Erick tak suka disebuat sebagai laki-laki yang tak peka.     

Mendengar perkataan Erick membuat Alice tersenyum, perlahan ia bangun dan mendekati Erick. "Salah siapa kau bilang? Tentu saja salahmu! Sejak awal kau tak tegas sama sekali pada Tuan, coba saja kalau kau tegas aku yakin Tuan tak akan menjadi sejahat itu pada kak Anne. Tapi ya sudahlah toh itu sudah berlalu dan kak Anne yang baik hati itu juga sudah memaafkan Tuan, jadi tak ada gunakanya aku marah. Buang-buang energi saja."     

"Kalau Nyonya saja bisa memaafkan Tuan lalu kenapa kau tak bisa memaafkan Erick, Alice?" Nicholas tiba-tiba menginterupsi perkataan Alice.     

Blar     

Sebuah bogem besar tak kasat mata terasa memukul dada Alice saat ini, perkataan Nicholas membuatnya tak bisa berkata-kata. Padahal sebelumnya ia siap menghadapi Erick dan berdebat lagi dengan mantan kekasihnya itu.     

"A-aku bukan kak Anne yang punya hati selembut kapas, yang mudah memaafkan kesalahan orang. Aku adalah Alice, jadi jangan samakan aku dengan kak Anne,"sahut Alice tergagap dengan wajah yang memerah.     

Setelah berkata seperti itu Alice kemudian langsung meninggalkan tempat itu dan langsung menuju kamarnya dengan meninggalkan semua laptop dan berkas-berkas pentingnya begitu saja diatas meja, melihat Alice kabur Nicholas terkekeh.     

"See, gadismu itu masih mencintaimu, Erick. Jadi jangan menyerah, cobalah untuk mendapatkan hatinya kembali,"ucap Nicholas pelan menggoda Erick.     

Erick menghela nafas panjang. "Entahlah, aku juga..."     

"Jangan sentuh barang-barangku!!"jerit Alice kembali dengan keras.     

Alice yang sadar kalau barang-barangnya tertinggal pun langsung bergegas kembali ke ruang keluarga, padahal tadi ia sudah sampai didepan kamar tidurnya. Dengan nafas tersengal-sengal Alice merapikan puluhan kertas yang berserakan diatas meja, ia kembali berteriak saat Erick akan menyentuh laptopnya.     

"Aku hanya ingin membantumu mematikannya,"ucap Erick pelan memberikan penjelasan.     

"Aku bisa sendiri, aku tak butuh bantuanmu." Alice menyahut dengan ketus sembari menyambar kedua laptopnya yang masih terbuka, ada rahasia besar di kedua laptopnya itu dan Alice tak mau Erick melihatnya.     

Tanpa mematikannya terlebih dahulu Alice langsung membawa kedua laptopnya yang sudah tertutup bersama setumpuk berkas yang ia rapikan secara acak, karena tak tega melihat Alice mengalami sedikit kesulitan Nicholas pun menawarkan bantuan.     

"Kau bawa berkas-berkas ini saja, Nick,"jawab Alice datar, menerima bantuan yang ditawarkan oleh Nicholas.     

"Ok."     

Nicholas pun langsung membawa setumpuk berkas yang Alice baru saja kerjakan, dengan tanpa rasa bersalah Alice lalu meninggalkan ruangan itu menuju kamarnya disusul Nicholas yang membantunya.     

Melihat tingkah Alice yang aneh membuat Erick menggaruk rambutnya yang tak gatal, karena sudah sangat lelah Erick pun memutuskan kembali ke kamarnya sendiri yang berada di lorong yang berlawanan dengan lorong kamar Alice. Mansion Jack memiliki lebih dari 15 kamar kosong dibangunan utama dan 10 kamar khusus pelayan di bangunan belakang. Dengan banyaknya kamar tanpa penghuni Jack pun memerintahkan Erick dan Nicholas untuk tinggal bersamanya, begitu juga saat Alice datang. Karena itu semua orang terdekat Jack saat ini tinggal satu atap dengannya.     

Setelah sampai dikamarnya Erick tak langsung mandi, ia masih memikirkan kata-kata yang diucapkan Alice sebelumnya sambil berbaring di ranjang besarnya.     

"Sepertinya yang dikatakan Alice benar, aku memang kurang peka,"ucap Erick lirih dengan mata yang terus menatap langit-langit kamarnya yang putih bersih.     

Saat sedang memikirkan kata-kata Alice tiba-tiba Erick sadar ia belum mengabarkan temuannya hari ini pada sang tuan, namun pada saat akan mengambil ponselnya Erick sadar kalau saat ini sudah malam sekali. Erick tak mau mengganggu istirahat tuannya, ia pun akhirnya memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum pergi tidur dan melaporkan temuannya besok pagi pada Jack.     

Allen house     

Prank...     

Prank...     

Giselle melempar beberapa figura foto yang berada dikamarnya ke lantai dengan penuh emosi, figura-figura foto cantik dirinya yang diambil saat ia memenangkan berbagai kontes kecantikan setelah memperbaiki penampilannya saat ini sudah berserakan dilantai.     

"Giselle, apa yang kau lakukan?"hardik seorang pria paruh baya yang memiliki sedikit kemiripan dengan Giselle cukup keras.     

Giselle menoleh dan menatap ayahnya yang saat ini sudah berdiri didepan para pelayan yang berada didepan pintu.     

"Jangan campuri urusanku, Dad. Aku hanya sedang ingin mendekorasi ulang kamarku,"jawab Giselle berbohong.     

"Daddy bukanlah orang lain yang bisa kau bodohi, Giselle. Katakan ada apa?"     

Giselle menatap ayahnya dari atas ranjang. "Kalau aku memberitahu Daddy apakah Daddy akan membantuku?"     

"Kalau masalahmu adalah Jackson Patrick Muller itu maka..."     

"Jackson Kningt Clarke, Dad. Itu nama Jack saat ini." Giselle langsung memotong perkataan sang ayah dengan suara keras, ia tak suka ayahnya terus menyebut nama lama Jack.     

Pria itu melipat kedua tangannya di dada. "Sama saja, dia tetap orang yang sama. Cinta pertamamu yang bodoh itu, bukan? Lebih baik kau menjauhinya, Giselle. Keluarga Muller saja sudah cukup berpengaruh di Jenewa, apalagi saat ini ia memakai nama belakang kakeknya. Kekuasannya saat ini menjadi lebih besar lagi, jadi jangan cari masalah denganya. Bukankah dia sudah menikah dan punya anak?"     

Giselle mengigit bibir bawahnya dengan kuat. "Keluar...aku benci Daddy. Daddy selalu seperti ini, aku anak semata wayangmu tapi kenapa kau tak pernah mau membantuku!!!"     

"Giselle..."     

"No, Mommy juga keluar. Aku tak mau bicara dengan kalian semua, cepat keluar dari kamarku!!"jerit Giselle kembali, mengusir kedua orang tuanya dan para pelayan yang berada didepan kamarnya.     

Sepasang suami istri itupun lantas meninggalkan kamar Giselle bersama para pelayan, meninggalkan Giselle sendirian. Setiap marah Giselle selalu seperti ini, mengusir siapapun yang ada dihadapannya.     

"Aaarggghhh....Jack bodoh, kau jahat Jack. Tak bisakah kau lihat betapa aku mencintaimu sejak puluhan tahun lalu..hikss....aku benci padamu Jack...tak bisakah kau sedikit peka padaku, Jack? Lihat aku Jack, aku adalah wanita yang sangat mencintaimu. Aku tulus padamu tak seperti wanita miskin itu, hanya aku yang paling mengerti dirimu Jack..."     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.